Jika kengkawan mendengar kata Surabaya, selain kota Pahlawan dengan 10 Novembernya, secara spontan yang terlintas adalah patung ikan Hiu dan Buaya yang saling serang yang kini menjadi lambang kota Surabaya, pun lambang Persebaya…^^, namun hasil penelusuran tim Sawoong menunjukkan hal lain, yaitu bahwa Surabaya sebenarnya tidak ada kaitannya sama sekali dengan Sura (ikan Hiu) dan Buaya tersebut.
Mitos yang berkembang, nama
Surabaya berasal pertarungan Ikan Hiu dan Buaya, sehingga Surabaya diambil dari
kata Sura yang berarti ikan Hiu dan Baya yang berarti Buaya, oleh Karena itu,
lambang kota Surabaya adalah Sura (Ikan Hiu) dan Buaya. Secara terminology bahasa,
mitos ini dapat dipatahkan, karena istilah Sura sama sekali tidak mencerminkan kata
Ikan Hiu, baik dari bahasa Inggris, Belanda, Portugis, Spanyol, Sansakerta,
maupun Jawa Kuno. Kecuali Shark dalam
bahasa Inggris yang lidahnya mungkin kepleset jadi Sura, tapi jauh banget
candaan plesetannya. Lain ceritanya jika Baya diambil dari Buaya atau Boyo,
sehingga masih masuklah ini. Lalu Sura ini apa? Jika bukan ikan Hiu, lalu
kenapa lambang Surabaya adalah Ikan Hiu dan Buaya.
Maka pertanyaan ini memunculkan
rentetan pertanyaan berikutnya, sejak kapan Surabaya menggunakan logo Ikan Hiu
dan Buaya sebagai lambang resmi identitas kota?
Lambang
yang resmi tertempel di kop surat pemkot Surabaya ini ditetapkan oleh DPRS Kota
Besar Surabaya dengan Putusan no 34/DPRDS tanggal 19 Juni 1955, ini diamini
Presiden Sukarno dalam Keputusan Presiden RI No 193 tahun 1956 pada 14 Desember
1956. Sebelum tahun 1955, Gemeeente van Soerabaia alias pemkot Surabaya
di masa Hindia Belanda juga mengambil dua binatang ini sebagai lambang. Bedanya, lambang yang sekarang terkesan lebih
heroik karena dua binatang itu saling serang, sementara lambang zaman Gemeeente
kedua hewan ini pada posisi tidur sejajar di sebuah perisai warna biru langit.
Ikan hiu di sisi atas menoleh ke kiri, dan buaya di bawah menghadap ke kanan.
Keduanya berwarna perak.
Di atas
perisai terdapat gambar benteng yang mahkota warna emas. Sisi kiri-kanan
perisai dipegangi dua singa Nederlandia (Nederlandse Leeuwen) berwarna emas
dengan lidah dan kuku berwarna merah menjulur. Di bagian bawah ada pita
bertuliskan "Soera-Ing-Baia".
Singa kembar
mengapit prisai dengan pita di bagian bawah dan benteng di bagian atas adalah
ciri lambang kolonial era 1900-an. Lambang ini berlaku di semua kota di Hindia
Belanda, gementee van Soerabaia atau Pemkot Surabaya yang lahir pada 1 April
1906 juga ingin lambang kota.
Lambang
sebuah ikan dan buaya itu sebenarnya usulan LCR Breemen, bos Bank Nutsspaark di
Surabaya. Sia berdalih lambang dua hewan itu pantas karena dasar mitos. Namun
Breemen hanya mengusulkan karena yang merancang desain grafisnya adalah Genealogisch
Heralsch Leeuw atau perhimpunan ahli lambang di Belanda. Baru pada 1920, lambang dua
hewan dalam perisai itu menjadi kop surat dan stempel resmi Gemeeente van
Soerabaia.
Secara
sederhana, dari ulasan singkat tersebut diketahui istilah Surabaya dimungkinkan
berasal dari kata Soera ing Baia sebagaimana tertera pada lambang Gementee van Soerabaia. Namun, istilah
Soera ing Baia sama sekali tidak menunjukkan hubungan antara Ikan Hiu dan
Buaya. Soera Ing Baia membawa arti Berani menghadapi Bahaya, dari bahasa
Sansakerta. Sebagaimana kita tahu, beberapa istilah dan symbol yang ada di Negara
kita berasal dari bahasa Sansakerta, maka asal usul nama ini dapat
dipertanggungjawabkan.
Pertanyaan
berikutnya, dari manakah Gementee van
Soerabaia memperoleh ide Ikan Hiu dan Buaya sebagai symbol kota?
Sejumlah
literatur sejarah mengungkapkan logo tertua model ikan dan buaya itu ditemukan
arkeolog Belanda tahun 1920 dari penning atau prasasti tua yang dibuat untuk
memperingati 10 tahun usia Perkumpulan Musik St Caecilia (1848 - 1858). Logo
ini juga diyakini dibuat dari kain bludru yang dibordir di bendera yang menjadi
panji panji perkumpulan musik ini. Logo itulah yang dipajang di setiap
pementasan di bagian pinggir panggung para pemain musik. Mungkin karena bentuk logonya
unik, Di tahun 1848, sebuah koran dagang Hindia Belanda tertua yang terbit di
Surabaya, Soerabaiasche Courant, meletakkan lambang ini di kop koran sebagai
logonya. Namun saat itu tidak
jelas apa filosofi di dalam logo ini karena tidak pernah ada catatan.
Kesimpulan
sementara dari uraian Sawoong.com adalah, bahwa logo Ikan HIu dan Buaya yang
dipakai Surabaya sebagai lambang identitas kota terinspirasi dari Perkumpulan
Musik St Caecilia yang tenar pada tahun 1848 an, lalu dengan sedikit modifikasi
dipakai sebagai lambang pemerintah Hindia Belanda di Surabaya tahun 1920 an dan
kemudian diresmikan oleh Pemerintah Kota Surabaya tahun 1955 sampai sekarang
dengan membuat ikon Sura dan Buaya nya saling serang dengan membentuk huruf “S”.
Soal logo Ikan
Hiu dan Buaya sudah beres, tinggal nama Surabaya nya sendiri. Jika tidak
mengacu pada Ikan Hiu (Sura) dan Buaya, lalu apakah arti Surabaya itu sendiri?
Hasil penelusuran
Sawoong.com memperoleh 6 hipotesa asal usul nama Surabaya.
1. Yang paling
sederhana adalah mitos masyarakat, terkait pertempuran Ikan Sura dan Buaya yang
terjadi disekitar Jembatan Merah, akibatnya Sura dan Buaya tersebut mati dan
darahnya melumuri Jembatan sehingga berwarna merah, lalu bangkainya dimakan
semut sehingga disekitar Jembatan Merah tersebut terdapat kampong semut, dan
akhirnya ada Stasiun Semut @.@ (sebuah hipotesa yang paling lemah karena tidak
terdapat bukti sama sekali dan hanya berdasarkan cerita fable rakyat setempat
paling popular terkait asal usul Surabaya);
2. Masih terkait
mitos, kali ini terkait dengan Adipati Jayengrono (penguasa Surabaya) dan
Sawunggaling (tokoh rakyat yang kerap dipentaskan dalam cerita Ludruk). Konon
setelah mengalahkan prajurit Tartar tahun 1293, Raden Wijaya selaku raja
pertama Majapahit mendirikan sebuah kadipaten di daerah Ujung Galuh (Surabaya)
dan mengangkat Raden Jayengrono sebagai Adipati. Karena kekuasaan Adipati
Jayengrono semakin meluas dan khawatir akan merongrong kewibawaan Majapahit,
akhirnya Majapahit mengutus Sawunggaling untuk menaklukan Jayengrono.
Jayengrono yang menguasai ilmu Buaya dan Sawunggaling yang menguasai Ilmu Sura
(Ikan Hiu) bertarung habis-habisan dan keduanya mati kelelahan (maksa deh…sedikit
gubahan dari cerita pertama sepertinya @.@);
3. Surabaya menurut
ahli arkeologi memang sudah muncul pada masa Majapahit. Dalam prasasti Trowulan
tahun 1358 (yang sekarang tersimpan di Trowulan) tertulis nama daerah di tepian
sungai Brantas yang disebut dengan Churabhaya;
4. Dalam
Pujasastra Negara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca, nama Surabhaya tercatat sebagai
sebuah daerah di muara sungai Brantas, tempat dimana sang raja pada tahun 1365 melepas
lelah dalam melakukan perjalanan;
5. Menurut GH Von
Faber, dimungkinkan Surabaya sudah terlebih dahulu ada sebelum prasasti
Trowulan maupun dalam Negara Kertagama. Dalam Karya bertajuk En Werd Een Stad Geboren, Von Faber
membuat hipotesis, Surabaya didirikan oleh Raja Kertanegara tahun 1275 sebagai
pemukiman baru bagi para prajuritnya yang telah berhasil menumpas pemberontakan
Kemuruhan;
6. Surabaya pertama
kali dikenal sebagai sebuah pedukuhan di barat Tegal Bobot Sari (sekarang Tegal
Sari), muncul di Jaman Pangeran Kudo Kardono yang berkuasa tahun 1400 an, nama
pedukuhan itu sekarang menjadi Kampung Surabayan.
Manakah yang
benar?
Pemerintah
Surabaya sepertinya memiliki cerita sendiri. Hal ini terkait juga dengan
tanggal lahir atau hari jadi Kota Surabaya yang akan saya tulis dalam tulisan
selanjutnya…
Jadi kesimpulannya,
Surabaya berasal dari kata?...
Sumber data dan
gambar dapat dilihat di sawoong.com
1 komentar:
laik dis..
Post a Comment